Pages

Saturday, October 22, 2011

Musuh Baru Pekebun Cabai



Daun cabai rawit di lahan 85 m dan di lahan 1,25  ha berubah menjadi keriting, tunas muda
gugur, dan gagal berbuah.   Akibat serangan hama pada musim hujan awal 2010 itu produksi turun 50 - 80%. Pekebun cabai di Desa Kradinan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jiran, yang mengalami musibah terpukul dengan serangan hama itu. Harap mafhum, cabai menjadi tumpuan untuk memenuhi kebutuhannya. Selama ini hama yang menyebabkan daun keriting itu adalah  thrips dan virus yang lazim menyerang pada musim kemarau.
 
Hama yang menyerang cabai di lahan Jiran pada musim hujan itu adalah tungau teh kuning
yang berukuran liliput. Hama betina sepanjang seperempat milimeter, sementara pejantan lebih kecil lagi. Tubuhnya yang jingga kekuningan sangat pipih dan transparan dengan sederet keistimewaan. Saat hama lain sulit berkembang pada musim hujan, tungau teh kuning justru merajalela.
 
Sejatinya sebutan tungau teh kuning merujuk kepada warna tubuh sekaligus tanaman teh,
tempat ia pertama kali ditemukan. Belakangan terungkap tanaman inangnya bukan hanya Camelia sinensis, tetapi juga cabai, tomat, wijen, karet, dan kapas. Kesukaan sang hama adalah mengisap cairan daun muda sehingga mengeriting dan tunas daun gugur.
 
Bertaji Tungau teh kuning memiliki nama latin Polyphagotarsonemus latus lantaran memiliki banyak inang. Polifagus berarti dapat hidup di banyak inang, sedangkan tarsonemus merujuk pada tarsi atau semacam taji yang terdapat pada tungau jantan. Taji itu sangat panjang dan berbentuk seperti cemeti. Fungsinya untuk mengikat tungau betina muda.
 
Tungau jantan menggendong betina ke mana pun sang betina pergi. Setelah sang betina dewasa, kopulasi pun terjadi. Makanya saat berjalan pasangan tungau itu tampak seperti mobil derek. Setelah berkopulasi, tungau betina menghasilkan telur tak kasat mata. Ukurannya mikroskopik: 0,1 mm. Di bawah mikroskop telur itu tampak seperti granat lantaran berbentuk oval dan memiliki benjolan-benjolan. Benjolan diperkirakan berfungsi sebagai alat pelindung dari pemangsa.
 
Saat makan, hama itu akan menggosok-gosokkan mulutnya pada permukaan daun muda dan tunas-tunas tanaman sehingga daun terluka. Permukaan daun yang luka mengeluarkan cairan, tungau segera mengisapnya. Luka di daun bekas gosokan itu berubah menjadi cokelat kehitaman lantaran jaringannya mati. Sebab itu daun muda tidak tumbuh dan tunas-tunas muda pun gugur.
 
Jika masih dapat berkembang, daun muda yang terdapat setidaknya 5 tungau, akan
mengeriting. Pada tunas muda, kehadiran 8 tungau efeknya lebih fatal, yakni gugur. Tungau teh kuning diduga juga memiliki senyawa beracun bagi tanaman sehingga cabai yang tunas
mudanya rusak, tidak mampu membentuk tunas baru. Kejadian itulah yang sering dicurigai
sebagai ulah virus atau thrips.
 
Tingkat serangan yang parah pada cabai membuat tanaman tidak dapat berbuah, bahkan tidak mampu berbunga bila pekebun cabai gagal mengendalikan. Tungau teh kuning berkembang biak di lingkungan lembap, ternaungi, dan tidak terlalu panas. Oleh karena itu ia berkembang pesat pada musim hujan. Apalagi saat hujan predatornya maupun hama kompetitor sulit berkembang biak.
 
Monokultur
 
Untuk mencegah tungau teh kuning berkembang biak, pekebun dapat melakukan beberapa
cara. Penanaman monokultur salah satunya. Penanaman cabai monokultur bertujuan mengurangi kelembapan dan naungan yang menjadi lingkungan favorit tungau berkembang
biak. Toh, jika pekebun tetap ingin melakukan tumpangsari, mereka dapat mengatasinya
dengan memilih tanaman pendamping bertajuk lebih pendek dari cabai, misalkan brokoli,
bawang merah, dan selada.
 
Pekebun mesti mengatur jarak tanam, hindari penanaman terlalu rapat. Penanaman dengan
jarak tanam lebar dapat mengurangi kelembapan dan menghambat perpindahan tungau dari satu tanaman ke tanaman lain. Dengan jarak tanam lebar, misalnya 60 cm x 70 cm atau 70 cm x 70 cm, tajuk tanaman juga tak saling menaungi.

Penggunaan atap plastik juga menghambat perkembangan tungau teh kuning. Tujuannya untuk meningkatkan suhu sehingga tidak disukai tungau. Dengan naiknya suhu, diharapkan predator tungau mungil itu dapat berkembang biak. Jika serangan telanjur parah, penggunaan akarisida - pembasmi tungau - baru disarankan.
 
Agar efektif, penyemprotan akarisida diarahkan pada bagian bawah daun tempat tungau
bersembunyi serta pada tunas-tunas yang baru muncul. Selain itu, gunakan nozel yang
menghasilkan semprotan halus seperti kabut. Dengan identifikasi hama dan penanganan tepat, berkebun cabai dapat terhindar dari rugi besar. (Ir Handoko MSc, Peneliti Hama Penyakit di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 All About Horticulture and Powered by Blogger.